Berita dan Acara
Beranda > Berita dan Acara > Journal
15/05/2024
Potential and Role of Cell Therapy in the Management of Systemic Lupus Erythematosus
Penyakit autoimun dan Systemic Lupus Erythematosus
Penyakit autoimun adalah kelainan pada sistem kekebalan yang menyerang sel dan jaringan yang sehat. Etiologi penyakit autoimun bersifat multifaktorial, dimana faktor genetik, hormonal, dan lingkungan semuanya berperan.1Penyakit autoimun terdiri atas dua kategori, yaitu penyakit autoimun sistemik dan penyakit autoimun organ spesifik. Penyakit autoimun sistemik (non-organ-specific autoimmune) menyerang organ-organ utama seperti otak, jantung, hati, dan ginjal, dengan menyebabkan akumulasi kompleks imun pada jaringan tersebut. Contoh penyakit autoimun sistemik seperti Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Rheumatoid Arthritis (RA), Sjorgen syndrome, Scleroderma, dan lainnya. Penyakit autoimun organ spesifik menargetkan organ tertentu, contohnya seperti Myasthenia gravis, Hashimoto thyroiditis (Graves disease), dandiabetes melitus tipe 1.2Penyakit autoimun di dunia diperkirakan sekitar 3-5% di populasi dimana terdapat 100 jenis tipe autoimun yang terjadi, dan angka kejadian terus meningkat. SLE merupakan salah satu dari penyakit autoimun sistemik yang banyak terjadi di dunia dan Indonesia. Di Indonesia persentase penderita SLE sekitar 62,8%, diikuti dengan rheumatoid arthritis sekitar 20,2% dan scleroderma atau scleroderma systemic sekitar 4,4%.3Data ini menunjukkan SLE banyak terjadi pada populasi Indonesia.
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kronik yang bersifat kompleks yang menyerang berbagai sistem tubuh. SLE dominan terjadi pada wanita muda dibandingan dengan pria dengan rasio insiden sekitar 9:1. Faktor gen dan lingkungan diketahui berperan dalam patogenesis penyakit ini. SLE ditandai dengan pembentukan autoantibodi patogenik terhadap asam nukleat dan protein pengikatnya yang disebabakan oleh intoleransi terhadap komponen tubuh sendiri (self-intolerance).4Penyimpangan fungsi toleransi sel T dan sel B terhadap antigen nuklear memicu produksi sitokin dan autoantibodi. Selain itu juga memicu aktivasi sistem komplemen yang selanjutnya tersimpan di jaringan dan pembuluh darah kapiler. Mekanisme yang kompleks ini kemudian mengakitbatkan inflamasi, disfungsi jaringan, dan kerusakan.5
Manisfetasi klinis dari SLE tergantung dari tipe jaringan atau organ yang terkena. Manifestasi klinis SLE tersering berdasarkan data dari beberapa rumah sakit di Indonesia adalah artritis, kelainan kulit dan mukosa, nefritis lupus, kelelahan, dan demam. Sementara itu, manisfestasi laboratoris tersering adalah ANA positif (98,4%), anti-dsDNA positif (47%), limfopenia (75,4%), dan anemia hemolitik (26,08-34,6%). Salah satu komplikasi dari SLE adalah nefritis lupus, yang juga merupakan salah satu penyebab SLE yang menyebabkan kematian selain dari penyakit kardiovaskular dan infeksi.6Strategi saat ini untuk mengobati SLE melibatkan penggunaan agen kortikosteroid dan imunosupresif untuk mengatasi gangguan imunologis, termasuk obat antimalaria, glukokortikoid, imunosupresif non-kortikosteroid, dan terapi target.7Imunosupresif gagal untuk menghambat kekambuhan pada lebih dari setengah pasien dan penggunaan dosis tinggi dapat meningkatkan risiko infeksi dan kematian.8Saat ini dibutuhkan terapi baru yang lebih efektif dan tertaget sehingga dapat mengurangi kekambuhan dan mengurangi kerusakan jaringan dan organ yang disebabkan oleh SLE.
Potensi terapi stem cell pada Systemic Lupus Erythematosus
Terapi sel menggunakan stem cell atau sel punca menunjukkan hasil yang potensial untuk terapi SLE. Terapi sel dengan menggunakan mesenchymal stem cells (MSCs) berperan dalam memodulasi respon imun dan mengurangi inflamasi. MSCs menunjukkan efek imunomudulasi yang dapat menekan aktivitas sel T dan sel B yang terjadi pada SLE. Transplantasi MSCs pada jaringan atau organ melalui proses homing, sekresi molekul bioaktif melalui pensinyalan parakrin dan imunomodulasi dapat menghambat produksi sitokin pro-inflamasi dan menimbulkan efek imunosupresif.8Saat ini penelitian terhadap terapi sel menggunakan MSCs pada SLE masih terbatas uji klinis pada manusia.
Penelitian terdahulu menunjukkan adanya potensi terapi sel menggunakan MSCs pada SLE. Liang et al (2010) melakukan penelitian uji klinik melihat keamanan dan efikasi dari alogenik MSCs pada 15 pasien SLE refrakter dengan kriteria pasien dengan SLE persisten aktif dengan terapi standar, SLE disease activity index (SLEDAI) ≥ 8 dan proteinuria ≥ 1000 mg/24 jam. Pasien diberikan injeksi intravena (I.V) MSCs 1x106 sel/kg berat badan, dilanjut dengan terapi rumatan prednisone 5-10 mg/hari dan siklofosfamid 0,4-0,6 gram per 2-3 bulan. Setelah 12 bulan follow-up, 13 pasien mengalami penurunan nilai SLEDAI dan proteinuria. Kemudian setelah 1 tahun, 2 pasien mengalami kekambuhan pada proteinuria. Pada penelitian ini juga tidak ditemukan serious adverse events.9Hasil serupa juga ditemukan pada studi Wang et al (2014) dimana setelah pemberian umbilical cord – mesenchymal stem cells (UC-MSCs), terjadi perbaikan aktivitas penyakit dilihat dari nilai SLEDAI disertai dengan perbaikan fungsi organ renal dan serologi. Pada penelitian ini juga tidak ditemukan adanya adverse event terkait terapi UC-MSC. Walaupun ditemukan adanya perbaikan secara klinis, tetapi masih ditemukan kasus kekambuhan pada beberapa pasien, sehingga dapat dipertimbangkan untuk pengulangan setelah 6 bulan.10
Penelitian dari Kamen et al (2022) merupakan studi uji klinis fase I yang menggunakan UC-MSC untuk SLE. Dari studi ini menunjukkan terapi menggunakan UC-MSC aman dan ada perbaikan respon klinis. Pada minggu ke 24 ditemukan adanya perbaikan aktivitas penyakit ditunjukkan dengan perbaikan nilai SLE response indeks (SRI), disertai juga dengan perbaikan proteinuria dan anti-dsDNA.11Dari ketiga studi ini menunjukkan adanya perbaikan fungsi sistem imun dari pemberian terapi sel MSCs dan masih dibutuhkan penelitian lanjutan untuk menilai dosis dan pengulangan terapi ini (Table 1).
Potensi terapi secretome pada Systematic Lupus Erythematosus
Mekanisme utama imunoregulasi MSC berhubungan dengan interaksi antar sel dan sinyal parakrin. Secretome yang dikeluarkan oleh MSC saat pensinyalan parakrin telah terbukti mengatur sel imunitas bawaan dan adaptif. Pada SLE, efek sekretome pada sel imunitas bawaan dan adaptif bekerja melawan mekanisme disregulasi imun. Vesikel ekstraseluler yang ada pada secretome, yaitu DNA, mRNA, miRNA, lncRNA, dan circRNA telah terbukti mengatur autoimunitas dan berhubungan dengan aktivitas SLE.12Penggunaan secretome sebagai terapi bebas sel sedang dipelajari dalam beberapa kelompok penyakit dalam model eksperimental dan uji klinis. Salah satunya studi dari Wulandari et al (2022) yang dilakukan pada mencit dan menunjukkan hasil bahwa pemberian secretome MSCs berpengaruh menurunkan ekspresi IL-17 dan TNF- α pada mencit model lupus.13
Tidak seperti terapi sel menggunakan MSCs, penelitian menggunakan secretome untuk indikasi SLE secara uji klinis pada manusia masih sangat terbatas. Dari penulusuran menggunakan https://clinicaltrials.gov/ diperoleh satu uji klinis (NCT05921058) yang menganalisa efek dari MSCs secretome pada pasien SLE. Studi ini membandingkan dua grup, kontrol dan terapi secretome dan melihat perubahan aktivitas penyakit menggunakan penilaian MEX – Sledai. Saat ini belum ada publikasi terkait uji klinis tersebut. Sama seperti terapi MSCs pada SLE, secretome memiliki potensi untuk menjadi terapi SLE kedepannya. Masih dibutuhkan penelitian pre-klinik dan uji klinik untuk melihat keamanan dan efektivitas dari terapi sel menggunakan MSCs dan secretome untuk indikasi SLE.
Tabel 1 Penelitian Uji Klinis Menggunakan MSCs pada Indikasi SLE
Author | Desain studi | Indikasi | Tipe MSC/Secretome | Jumlah subjek (n) | Intervensi | Evaluasi dan Hasil |
---|---|---|---|---|---|---|
Liang et al (2010)9 | Pilot clinical study | SLE refrakter [SLE disease activity index (SLEDAI) ≥ 8] | BM-MSC | 15 | Injeksi intravena (I.V) MSCs 1 x 106 sel/kg berat badan, dilanjut dengan terapi rumatan prednisone 5-10 mg/hari dan siklofosfamid 0,4-0,6 gram per 2-3 bulan. | Follow – up sampai 12 bulan Aktivitas penyakit: Penurunan nilai SLEDAI dan proteinuria 24 jam Serologi: ANA antibodi dan anti-dsDNA menurun Fungsi Renal: Perbaikan GFR dan kreatinin Regulori sel T: Peningkatan Treg pada bulan 3 dan 6. Safety: Tidak ada serious adverse event (SAE) |
Wang et al (2014)10 | Multicenter clinical study | SLE refrakter [SLE disease activity index (SLEDAI) ≥ 8 atau British isles lupus assessment group (BILAG) grade A atau dua BILAG grade B] | UC-MSC | 40 [Usia 17-54] | Injeksi intravena (I.V) MSCs 1 x 106 sel/kg berat badan pada hari 0 dan 7, dilanjut dengan terapi predinsone tapering dari 5 ke 10 mg setiap 2 minggu. | Follow – up sampai 12 bulan Safety: Overall survival 92,5%, tidak ada adverse event terkait transplantasi UC-MSC Respon klinis: Major clinical response 32,5%, partial clinical response 27,5%, relaps pada bulan 6 (12,5%) dan pada bulan 12 (16,7%). Aktivitas penyakit: penurunan nilai SLEDAI Serologi: Perbaikan serum albumin, serum komplemen C3, tidak ada perubahan komplemen C4 Fungsi organ: Serum creatinin dan urea nitrogen perbaikan bulan ke 6 dan naik kembali di bulan 12, proteinuria 24 jam menurun |
Kamen et al (2022) | Phase I clinical trial | SLE refrakter [SLE disease activity index (SLEDAI) ≥ 6] | UC-MSC | 6 [Usia 18 – 65] | Premedikasi dengan Bandryl 25 mg dan Tylenol 650 mg, oral. Injeksi intravena (I.V) MSCs 1 x 106 sel/kg berat badan. Infusion rate 100 x 106 selama 10 menit. Klinis tetap mempertahankan obat imunosupresif | Follow – up selama 24 minggu Safety: total 21 adverse event dan tidak ada yang lebih dari grade 3. Hanya 4 kasus yang berhubungan dengan terapi MSCs. Respon klinis: 5 pasien mencapai SRI (SLE response indeks) 4 pada minggu 24 dan dosis prednisone turun menjadi 10 mg/hari atau kurang dari 20 minggu. Penurunan nilai SLEDAI pada minggu 24 Serologi: Perbaikan proteinuria, penurunan anti – dsDNA pada minggu 24. |
Referensi:
1. In: StatPearls [Internet]. Biochemistry, Autoimmunity. [Updated 2022 Dec 19] [Internet]. StatPearls Publishing. 2024 [cited 2024 May 14]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK576418/
2. Koppala SN, Guruprasad V. Overview of Autoimmunity: Classification, Disease Mechanisms, and Etiology. Vol. 11, Turkish Journal of Immunology. Turkish Society of Immunology; 2023. p. 93–105.
3. Hidayat R, Isbagio H, Ariane A, Parlindungan F, Hamijoyo L, Nyoman Suarjana I, et al. Characteristics of Patients with Autoimmune Rheumatic Disease in the Era of COVID-19 Pandemic in Indonesia. Indonesian Journal of Rheumatology [Internet]. 12:2020. Available from: https://doi.org/10.37275/IJR.v12i1.159
4. Hadisuwarno W, Rahmawati LD. An Indonesian female with severe cutaneous lupus erythematosus: A case report and literature review. Int J Surg Case Rep. 2023 Jun 1;107.
5. Zare Moghaddam M, Mousavi MJ, Ghotloo S. Stem cell-based therapy for systemic lupus erythematous. Vol. 8, Journal of Translational Autoimmunity. Elsevier B.V.; 2024.
6. Sumariyono. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia: Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2019. p. 1–113.
7. Katarzyna PB, Wiktor S, Ewa D, Piotr L. Current treatment of systemic lupus erythematosus: a clinician’s perspective. Rheumatol Int. 2023 Aug;43(8):1395–407.
8. Li A, Guo F, Pan Q, Chen S, Chen J, Liu H feng, et al. Mesenchymal Stem Cell Therapy: Hope for Patients With Systemic Lupus Erythematosus. Front Immunol. 2021 Sep 30;12.
9. Liang J, Zhang H, Hua B, Wang H, Lu L, Shi S, et al. Allogenic mesenchymal stem cells transplantation in refractory systemic lupus erythematosus: A pilot clinical study. Ann Rheum Dis. 2010 Aug;69(8):1423–9.
10. Wang D, Li J, Zhang Y, Zhang M, Chen J, Li X, et al. Umbilical cord mesenchymal stem cell transplantation in active and refractory systemic lupus erythematosus: A multicenter clinical study. Arthritis Res Ther. 2014 Mar 25;16(2).
11. Kamen DL, Wallace C, Li Z, Wyatt M, Paulos C, Wei C, et al. Safety, immunological effects and clinical response in a phase i trial of umbilical cord mesenchymal stromal cells in patients with treatment refractory SLE. Lupus Sci Med. 2022 Jul 1;9(1).
12. Műzes G, Sipos F. Mesenchymal Stem Cell-Derived Secretome: A Potential Therapeutic Option for Autoimmune and Immune-Mediated Inflammatory Diseases. Vol. 11, Cells. MDPI; 2022.
13. Wulandari EL, Nurudhin A, Arifin A, Adnan ZA. Efek Secretome Sel Punca Mesenkimal Terhadap Ekspresi Interleukin 17 Dan Tumor Necrosis Factor Alpha. Smart Medical Journal. 2022 Apr 20;5(1):52.